Diego Simeone Bilang Tim Inggris Malas Bertahan? Rodri Gak Setuju

Diego Simeone Bilang Tim Inggris Malas Bertahan? Rodri Gak Setuju

Gelandang Manchester City, Rodri sepertinya tidak terima ketika mendengar komentar Diego Simeone terkait level sepak bola Inggris. Simeone mengklaim tidak ada tim yang bisa bertahan di Premier League.

Memang musim ini sudah ada beberapa pertandingan seru di Liga Inggris 2023/2024 yang menghasilkan skor besar. Terbaru, ada laga sengit Chelsea vs Man City yang berakhir imbang 4-4.

Pertandingan itu berlangsung luar biasa, big match EPL yang sesungguhnya. Kedua tim berbalasan mejebol gawang satu sama lain.

Diego Simeone : Tim Inggris tidak bisa bertahan

Selama menangani Atletico Madrid, Diego Simeone memang dikenal sebagai pelatih yang mengutamakan kemampuan defensif. Timnya bisa duduk bertahan selama 90 menit jika memang itu yang dibutuhkan untuk menang.

Nah sepertinya Diego Simeone tidak terbiasa melihat laga yang berakhir dengan skor-skor besar, seperti skor 4-4 Chelsea vs Man City kemarin.

“Anda lihat sepak bola Inggris sekarang, pertandingan berakhir dengan skor 4-4, 5-3, 6-2, atau 5-1,” buka Simeone.

“Itu bagus bagi fans, seperti Chelsea vs Man City. Laga-laga itu menarik untuk ditonton, tapi tidak ada yang bisa bertahan!” Baca Juga Mykhailo Mudryk Bagus, tapi Kalau Belum Konsisten Ya Gak Bisa Jadi Pemain Top

Rodri membantah

Komentar Diego Simeone itu sepertinya sampai ke telinga Rodri. Sebagai pemain Man City yang sudah bertahun-tahun bermain di Liga Inggris, Rodri tidak bisa terima begitu saja klaim sepihak tersebut.

“Saya sedikit tidak setuju. Tidak semua tim bermain dengan gaya main yang sama, tapi saat melawan Man City, banyak tim yang memilih bertahan selama 90 menit,” jawab Rodri.

“Tentu saja, kasusnya tidak selalu seperti itu, ada beberapa laga yang berlangsung lebih terbuka. Namun, jelas bahwa EPL adalah liga sulit dengan pertahanan-pertahanan tangguh,” tandasnya.

Sebelum Diego Simeone menjadi pelatih di Atletico Madrid, pelatih asal Argentina tersebut merupakan gelandang ganas yang telah menjuarai banyak trofi termasuk gelar ganda La Liga dan Copa del Rey bersama pasukan Rojiblanco.

Gelandang box-to-box yang gesit, teknikal, serta agresif itu mampu menghentikan dan memulai serangan, Diego Simeone bersinar selama satu dekade di LaLiga, diawali bersama Sevilla lalu dua periode berbeda sebagai pemain Atlético.

Setelah melewati berbagai tahapan di Velez Sarsfield di Argentina, Diego Simeone bermain dua musim di klub Italia AC Pisa sebelum bergabung dengan Sevilla pada musim panas tahun 1992.

Simeone yang saat itu berusia 22 tahun sangat kompetitif, dan dengan cepat menyesuaikan diri dengan kehidupan di Ibu Kota Andalusia itu, di mana kompatriotnya, Diego Maradona dan Monchi, Direktur Olahraga Sevilla saat ini, adalah rekan setimnya.

Pelatih legendaris Atlético, Luis Aragonés, memiliki dampak besar bagi Diego Simeone saat ia tiba di Sevilla pada tahun 1993, serta menjadi alasan Simeone pindah ke Vicente Calderón setahun kemudian, setelah mencatatkan 12 gol dalam 64 penampilan di LaLiga bersama Sevilla.

Pindah ke Atletico Madrid

Diego Simeone kemudian datang di Atlético yang sedang mengalami transisi, dan gaya bermainnya yang ngotot diandalkan Atlético untuk berjuang melawan degradasi, dan sebuah gol melawan mantan klubnya, Sevilla pada hari terakhir musim itu sangat krusial untuk membawa Atlético tetap berada di divisi teratas.

12 bulan kemudian, Simeone juga mencetak gol di pertandingan terakhir, tetapi dalam keadaan yang sangat berbeda. Tim Atlético yang baru, asuhan Radomir Antic, Berjaya pada musim 1995/96, dimana mereka berhasil merebut gelar LaLiga musim itu, sebuah tim yang diisi pemain-pemain kunci seperti José Molina, Santi Denia, dan Kiko, yang merepresentasikan kualitas dari tradisi Rojiblanco.

El Cholo menjadi jantung tim yang juga berhasil meraih gelar Copa del Rey, dengan mengalahkan Barcelona 1-0 di final berkat gol dari Milinko Pantic.

Pindah ke Italia, Lalu Balik Lagi

Musim panas 1997 membawa Diego Simeone ke Italia, dimana ia bermain selama dua tahun untuk Inter Milan, dan menjuarai Piala UEFA 1997-98. Ia kemudian menghabiskan empat musim lagi di Lazio, dimana ia mengangkat empat trofi termasuk gelar Serie A 1999-2000 dalam sebuah tim yang dilatih oleh Sven Goran Eriksson.

Simeone kembali ke Atlético pada tahun 2003 untuk membantu klub melewati masa sulit dalam sejarahnya. Bersama dengan rekan baru, termasuk kompatriot Ariel Ibagaza, dan dua talenta asli asal akademi, Fernando Torres dan Gabi Fernandez, ia membantu tim kembali ke kasta tertinggi setelah dua musim berada di kasta kedua.

Pensiun Lalu Menjadi Pelatih

Karir internasionalnya bersama Argentina cukup panjang dan sukses, termasuk 11 gol dalam 108 pertandingan, penampilan dalam tiga Piala Dunia, serta dua gelar Copa America.

Setelah menyelesaikan karir bermainnya di tanah kelahiran bersama Racing Club, ia kemudian memulai karir kepelatihannya di sepakbola Argentina, sebelum kembali ke Atlético sebagai pelatih pada bulan Desember 2011.

Diego Simeone segera mencari cara menanamkan semangat yang sama dan telah ditampilkan pekan demi pekan oleh skuad Atlético.

Rekan satu tim lainnya dari dalam gelar ganda musim 1995/96, Juan Vizcaino dan Jose Luis Caminero, juga kembali ke klub itu, ketika Simeone membawa mereka ke gelar LaLiga berikutnya dan melawan segala rintangan LaLiga pada musim 2013/14.

Mantan gelandang tak kenal lelah ini masih dikenal dengan karakternya yang meledak-ledak, terutama ketika ia mendampingi timnya dari pinggir lapangan, dan ia akan kembali melakukannya untuk Atlético setelah LaLiga kembali bergulir.

Berawal sebagai pemain dan sekarang menjadi pelatih, El Cholo adalah seorang Atlético sejati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *